GAWAT JANIN (FETAL DISTRESS)
1. Pengertian
Fetal
Distress (Gawat
janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi
pada masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi nyata
dalam bentuk retardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin peningkatan
tahanan vaskular pada pembuluh darah janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)
Gawat janin terjadi bila janin
tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin
dkk.2002 ). Secara luas istilah gawat janin telah banyak dipergunakan,
tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah ini biasanya menandakan
kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan janin, yang kemudian
berakhir dengan seksio secarea atau persalinan buatan lainnya.
Keadaan janin biasanya dinilai
dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ). Dan memeriksa kemungkinan
adanya mekonium didalam cairan amniom. Sering dianggap DJJ yang abnormal,
terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan
tetapi, hal tersebut sering kali tidak benarkan . Misalnya,
takikardi janin dapat disebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis, tapi
juga oleh hipotemia, sekunder dari infeksi intra uterin.
Keadaan tersebut biasanya tidak
berhubungan dengan hipoksia janin atau asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal,
adanya mekonium dalam cairan amnion tidak berkaitan dengan meningkatnya
insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan klinik perlu ditetapkan criteria
apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila ditemukan bila denyut
jantung janin diatas 160 / menit atau dibawah 100 / menit, denyut jantung tidak
teratur , atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.
2. Etiologi
Penyebab
dari gawat janin yaitu:
a.
Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya
aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat) :
1.
Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik
uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin.
2.
Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi
vena kava, posisi terlentang.
3.
Solusio plasenta.
4.
Plasenta previa dengan pendarahan.
b.
Insufisiensi uteroplasenter kronik
(kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama) :
1.
Penyakit hipertensi
2.
Diabetes mellitus
3.
Postmaturitas atau imaturitas
c.
Kompresi (penekanan) tali pusat
1.
Oligihidramnion
2.
Prolaps tali pusat
3.
Puntiran tali pusat
d.
Penurunan kemampuan janin membawa oksigen
1.
Anemia berat misalnya isomunisasi ,
perdarahan fetomaternal
2.
Kesejahteraan janin dalm persalinan asfiksia
intrapartum dan komplikasi
3.
Skor APGAR 0-3 selam > 5 menit
4.
Sekuele neorologis neonatal
5.
Disfungsi multi organ neonatal
6.
PH arteri tali pusat 7,0
3.
Patofisiologi
Ada beberapa proses
atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
a.
Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion,
plasenta dan janin pada kehamilan postterm. Dengan mengetahui perubahan
tersebut sebagai dasar untuk mengelola persalinan postterm.
b.
Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu
sekitar 1000 ml dan menurun sekitar 800 ml pada 40 minggu. Penurunan jumlah
cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada
usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi
urin janin yang berkurang. Dilaporkan bahwa aliran darah janin menurun pada
kehamilan postterm dan menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan
komposisi cairan amnion menjadi kental dan keruh. Hal ini terjadi karena
lepasnya vernik kaseosa dan komposisi phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah
lamellar bodies dari paru-paru janin dan perbandingan Lechitin terhadap
Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium
maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting.
Dilaporkan kematian perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang
menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini menyebabkan fetal distress intra
partum pada persalinan postterm.
Untuk memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di
ukur dengan pemeriksaan ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular.
Dengan mengukur diameter vertikal dari kantung paling besar pada setiap
kuadran. Hasil penjumlahan 4 kuadran disebut Amniotic Fluid Index ( AFI ). Bila
AFI kurang dari 5 cm indikasi oligrohidramnion. AFI 5 – 10 cm indikasi
penurunan volume cairan amnion. AFI 10 – 15 cm adalah normal. AFI 15 – 20 cm
terjadi peningkatan volume cairan amnion. AFI lebih dari 25 cm indikasi
polihidramnion.
c.
Perubahan pada plasenta
Plasenta sebagai perantara untuk suplai makanan
dan tempat pertukaran gas antara maternal dan fetal. Dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka terjadi pula perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm memperlihatkan
pengurangan diameter dan panjang villi chorialis. Perubahan ini secara
bersamaan atau di dahului dengan titik-titik penumpukan kalsium dan membentuk
infark putih. Pada kehamilan atterm terjadi infark 10 % - 25 % sedangkan pada
postterm terjadi 60% - 80 %. Timbunan kalsium pada kehamilan postterm meningkat sampai 10 g / 100
g jaringan plasenta kering, sedangkan kehamilan atterm hanya 2 – 3 g / 100 g
jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm
meningkatkan infark plasenta, kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit
fibrin perivillosus, thrombosis arterial dan endarteritis arterial. Keadaan ini
menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran gas. Hal ini
menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.
Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui
tingkat kematangan plasenta. Pada kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai
berikut :
a.
Piring korion : lekukan garis batas piring
korion mencapai daerah basal.
b.
Jaringan plasenta : berbentuk sirkuler,
bebas gema di tengah, berasal dari satu kotiledon ( ada darah dengan densitas
gema tinggi dari proses kalsifikasi, mungkin memberikan bayangan akustik ) .
c.
Lapisan basal : daerah basal dengan gema
kuat dan memberikan gambaran bayangan akustik. Keadaan plasenta ini di
kategorikan tingkat 3.
d.
Perubahan pada janin
Sekitar 45 % janin yang tidak di lahirkan setelah
hari perkiraan lahir, terus berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila
plasenta belum mengalami insufisiensi. Dengan penambahan berat badan setiap
minggu dapat terjadi berat lebih dari 4000 g. keadaan ini sering disebut janin
besar. Pada umur kehamilan 38 – 40 minggu insiden janin besar sekitar 10 % dan
43 minggu sekitar 43 %. Dengan keadaan janin tersebut meningkatkan resiko
persalinan traumatik.
Janin postmatur mengalami penurunan jumlah lemak
subkutaneus, kulit menjadi keriput dan vernik kaseosa hilang. Hal ini
menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan
lain yaitu : rambut panjang, kuku panjang, warna kulit kehijauan atau
kekuningan karena terpapar mekonium.
4.
Komplikasi
a. Pada Kehamilan
Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya
kehamilan karena pada gawat janin, maka harus segera dikeluarkan.
1. Pada
persalinan
Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :
a. Persalinan
menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera dikeluarkan
b. Persalinan
dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps, vakum ekstraksi,
ataupun bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)
5.
Diagnosa
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan
pada denyut jantung janin yang abnormal. Diagnosis lebih pasti jika disertai
air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam
persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi,
insufisiensi plasenta, ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali
pusat. Hal ini harus segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
6.
Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu :
a. Gawat
janin yang terjadi secara ilmiah
1. Gawat
janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenik
adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau kelalaian penolong.
Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat
janin iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin.
2. Posisi
tidur ibu
Posisi terlentang
dapat menimbulkan tekanan pada Aorta dan Vena Kava sehingga timbul Hipotensi.
Oksigenisasi dapat diperbaiki dengan perubahan posisi tidur menjadi miring ke
kiri atau semilateral.
3. Infus
oksitosin
Bila kontraksi uterus
menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus terganggu, yang
berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut
sebagai Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi
dapat timbul seperti kontrkasi fisiologik.
4. Anestesi
Epidural
Blokade sistem
simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah jantung dan
penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan
pada denyut jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat
terjadi deselerasi lambat. Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh
terhadap otot jantung janin dan vasokontriksi arteri uterina.
b. Gawat janin sebelum persalinan
c. Gawat janin kronik
Dapat
timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status
fisiologi dari ibu-janin-plasenta yang ideal dan normal terganggu.
d. Gawat janin akut
Suatu
kejadian bencana yang tiba – tiba mempengaruhi oksigenasi janin.
e. Gawat janin selama persalinan
Menunjukkan
hipoksia janin tanpa oksigenasi yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan
varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus.
Bila hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH
janin yang menurun. (Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekkologi, 1994
: 211-213)
7.
Penatalaksanaan
a. Penanganan
umum:
1. Pasien
dibaringkan miring ke kiri, agar sirkulasi janin dan pembawaan oksigen dari obu
ke janin lebih lancer.
2. Berikan
oksigen sebagai antisipasi terjadinya hipoksia janin.
3. Hentikan
infuse oksitosin jika sedang diberikan infuse oksitosin, karena dapat
mengakibatkan peningkatan kontraksi uterus yang berlanjut dan meningkat dengan
resiko hipoksis janin.
4. Jika
sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah penanganan yang
sesuai.
5. Jika
sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap abnormal
sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam untuk mencari
penyebab gawat janin:
·
Bebaskan setiap kompresi tali pusat
·
Perbaiki aliran darah uteroplasenter
·
Menilai apakah persalinan dapat berlangsung
normal atau kelahiran segera merupakan indikasi.
Rencana kelahiran (pervaginam atau
perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat
obstetric pasien dan jalannya persalinan.
b. Penatalaksanaan
Khusus
1. Posisikan
ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval
dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali
pusat.
2. Oksigen
diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk meningkatkan
pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen
dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke ruang
intervilli.
4. Hipotensi
dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % berbanding larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan
pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan
persalinan.
6. Pengisapan
mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum.
Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum
dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat
dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan
pipa endotrakeal.
a.
Prinsip Umum :
1.
Bebaskan setiap kompresi tali pusat
2.
Perbaiki aliran darah uteroplasenter
3.
Menilai apakah persalinan dapat
berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan indikasi. Rencana kelahiran
(pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi
janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.
b.
Penatalaksanaan Khusus:
1.
Posisikan ibu dalam keadaan miring
sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran
darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam
posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
2.
Oksigen diberikan melalui masker muka 6
liter permenit sebagai usaha untuk meningkatkan pergantian oksigen
fetomaternal.
3.
Oksigen dihentikan, karena kontraksi
uterus akan mengganggu curahan darah ke ruang intervilli.
4.
Hipotensi dikoreksi dengan infus
intravena dekstrose 5 % dalam larutan laktat. Transfusi darah dapat di
indikasikan pada syok hemoragik.
5.
Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan
persalinan.
6.
Pengisapan mekonium dari jalan napas
bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi
lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap.
Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung
sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 )
c.
Pengelolaan Antepartum
Dalam pengelolan
antepartum diperhatikan tentang umur kehamilan. Menentukan umur kehamilan dapat
dengan menghitung dari tanggal menstruasi terakhir, atau dari hasil pemeriksaan
ultrasonografi pada kehamilan 12-20 minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada
kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk
menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan
tingkat kematangan plasenta.
Untuk menilai
kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu dengan pemeriksaan
Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini untuk menditeksi terjadinya insufisiensi
plasenta tetapi tidak adekuat untuk mendiagnosis oligohidramnion, atau
memprediksi trauma janin.
Secara teori pemeriksaan profil biofisik janin
lebih baik. Selain NST juga menilai volume cairan amnion, gerakan nafas janin,
tonus janin dan gerakan janin. Pemeriksaan lain yaituOxytocin Challenge Test
(OCT) menilai kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian asidosis,
hipoksia janin dan deselerasi lambat.
Penilaian ini dikerjakan pada umur
kehamilan 40 dan 41 minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan
dikerjakan 2 kali seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan
Penulis lain melaporkan bahwa kematian janin
secara bermakna meningkat mulai umur kehamilan 41 minggu. Oleh karena itu
pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41 minggu.
Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk
menentukan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental maka indikasi
janin segera dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk mengencerkan
mekonium.
Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai
serviks tidak matang dengan Bishop score kurang dari 7. Ditemukan 40% dari 3047
wanita dengan kehamilan 41 minggu mempunyai serviks tidak dilatasi. Sebanyak
800 wanita hamil postterm diinduksi dan dievaluasi di Rumah Sakit Parkland.
Pada wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea
karena distosia.
d.
Pengelolaan Intrapartum
Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai
risiko terjadi bahaya pada janin. Sebelum menentukan jenis pengelolaan harus
dipastikan adakah disporposi kepala panggul, profil biofisik janin baik.
Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu putusan bila serviks belum matang
denganmonitoring janin secara serial. Pilihan persalinan tergantung dari tanda
adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan kehamilan 41 minggu atau lebih
dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan tersebut adalah induksi persalinan dan
monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan pola denyut jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal distress
yang disebabkan kompresi tali pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal distress
dimonitor dengan memeriksa pola denyut jantung janin. Bila ditemukan variabel
deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang panjang maka seksio cesarea segera
dilakukan karena janin dalam bahaya.
Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium
maka kemungkinan terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi mekonium dapat
menyebabkan disfungsi paru berat dan kematian janin. Keadaan ini dapat
dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada
faring setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium,
trakea harus diaspirasi segera mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin
memerlukan ventilasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar