KEHAMILAN EKTOPIK
1.
Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi
/ nidasi /melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar
rongga rahim. Sedangkan yang disebut kehamilan ektopik terganggu adalah suatu
kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Wibowo,
2007)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar
kavum uteri. Sering disebut juga kehamilan ekstrauterin kurang tepat. Karena
kehamilan pada cornu uteri atau serviks uteri (intaruterin) juga masih termasuk
sebagai kehamilan ektopik. (Cakul, 2000)
Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil
konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang diluar endometrium kavum uteri.
Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut
kehamilan ektopik terganggu (Achadiat , 2004)
Pembagian menurut
lokasi :
a.
Kehamilan
ektopik tuba : pars interstisialis, istmus, ampulla, infundibulum, fimbra
b.
Kehamilan
ektopik uterus : kanalis servikalis, divertikulum,kornu, tanduk rudimeter.
c.
Kehamilan
ektopik ovarium
d.
Kehamilan
ektopik intraligamentar
e.
Kehamilan
ektopik abdominal
f.
Kombinasi
kehamilan dalam dan luar uterus
Kehamilan ektopik yang paling banyak terjadi adalah
tuba, hal ini disebabkan oleh adanya hambatan perjalanan ovum yang telah
dibuahi ke kavum uteri, hal ini dapat disebakan karena :
a. Adanya sikatrik pada tuba
b. Kelainan bawaan pada tuba
c. Gangguan fisiologis pada tuba karena pengaruh
hormonal I (Prawirohardjo, 2005)
2.
Etiologi
Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum
uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita kehamilan ektopik,
yaitu :
a.
Faktor dalam lumen
tuba :
-
Endosalpingitis,
menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba.
-
Hipoplasia uteri,
dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
-
Operasi plastik
tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
Dengan
terjadinya implantasi didalam lumen tuba dapat terjadi beberapa kemungkinan :
Ø Hasil
konsepsi mati dini
Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan
tumbuh kembang hasil konsepsi mati secara dini, karena kecilnya kemungkinan
diresorbsi.
Ø Terjadi
abortus
Kesempatan berkembang yang sangat kecil
menyebabkan hasil mati dan lepas dalam lumen, lepasnya hasil konsepsi
menimbulkan perdarahan dalam lumen tuba atau keluar lumen serta membentuk
timbunan darah, tuba tampak berwarna hijau saat dilakukan operasi.
Ø Tuba
fallopi pecah
Karena tidak dapat berkembang dengan baik
maka tuba dapat pecah, jonjot villi menembus tuba sehingga terjadi ruptura yang
menimbulkan timbunan darah ke dalam abomen, ruptura tuba menyebabkan hasil
konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan untuk melakukan implantasi menjadi
kehamilan abdominal sekunder, kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar.
(Cuningham, 1995)
b.
Faktor pada dinding
tuba :
-
Endometriosis,
sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
-
Divertikel tuba
kongenital, menyebabkan retensi ovum
c.
Faktor di luar
dinding tuba :
-
Perlekatan
peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
-
Pelvic
inflammantory disease (PID)
d.
Faktor lain :
-
Penggunaan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
-
Riwayat kehamilan
ektopik sebelumnya
-
Infertilitas
-
Mioma uteri
-
Hidrosa iping
(rachim hadhi, 2005)
3.
Manifestasi klinis
Trias gejala dan tanda dari kehamilan ektopik adalah
riwayat keterlambatan haid atau amenorhea yang diikuti perdarahan abnormal
(60-80%), nyeri abdominal atau pelvic (95%). Biasanya kehamilan ektopik baru
dapat ditegakkan pada usia kehamilan 6-8 minggu saat timbulnya gejala tersebut
di atas. Gejala lain yang muncul biasanya sama seperti gejala pada kehamilan
muda, seperti mual,rasa penuh pada payudara, lemah, nyeri bahu, dan
dispareunia. Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan pelvic tendemess,
pembesaran uterus dan massa adnexa. (Saifiddin, 2002;Cunningham etal, 2005)
4.
Diagnosis
a.
Anamnesis dan
gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan
muda, dapat ada atau tidak ada perdarahan pervaginam, ada nyeri perut kanan /
kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
b.
Pemeriksaan fisik
1. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor
didaerah adneksa.
2. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu
hipotensi, pucat dan ekstermitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu
perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
3. Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam :
serviks terba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri
c.
Pemeriksaan
penunjang
1. Laboratorium : Hb, leukosit, urine B-hCG (+)
Hemoglobin menurun
setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
2. USG : tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri,
adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri, adanya massa komplek di rongga
panggul.
3. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk
mengetahui apakah dalam kavum douglas ada darah.
4. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparatomi
5. Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila ditemukan
kantong gestasi di luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001)
Diagnosis banding :
a. Infeksi pelvic
b. Abortus iminens atau insipiens
c. Torsi kista ovarium
d. Ruptur korpus luteum
e. Appendisitis akut (Wibowo, 2007;Cunningham etal,
2005)
5.
Klasifikasi
-
Kehamilan
interstisial (kornual)
Kehamilan interstisial merupakan kehamilan
yang implantasi embrionya di tuba fallopi. Pasien menunjukan gejala yang cukup
lama, sulit didiagnosa dan lesi menyebabkn perdrahan masif ketika terjadi
ruptur. Pada usia kehamilan 6-10 minggu akan terganggu. Hasil konsepsi dapat
mati dan diresorbsi, keguguran, ruptur tuba. Angka kematian ibu akibat
kehamilan interstisial adalah 2%. Penanganan kasus ini dengan laparaskopi.
-
Kehamilan ovarium
Kehamilan
di ovarium lebih sering dikaitkan dengan perdarahan dalam jumlah banyak dan
pasien sering mengalami ruptur kista korpus luteum secara klinis, pecahnya
kehamilan ovarium, torsi, endometriosis.
-
Kehamilan serviks
Kehamilan
serviks merupakan kehamilan dengan nidasi di kanalis servikalis, dinding
serviks menjadi tipis dan membesar. Kehamilan di servikalis ini jarang
dijumpai. Tanda dari kehamilan ini adalah kehamilan terganggu, perdarahan,
tanpa nyeri, abortus spontan. Terapinya adalah histerektomi.
-
Kehamilan abdomen
Kehamilan
abdominal terbagi menjadi :primer (implantasi sesudah dibuahi, langsung pada
peritoneum/kavum abdominal) dan sekunder (embrio masih hidup dari tempat
primer).kehamilan dapat aterm dan anak hidup, namun didapatkan cacat. Fetus
mati, degenerasi dan maserasi, infiltrasi lemak jadi lithopedion / fetus pa
pyracheus. Terapi kehamilan abdominal adalah laparatomi, plasenta dibiarkan
(teresorbsi).
6.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan
medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang
dapat merusak integritas jaringan dan sel konsepsi. Tindakan konservatif medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat sitotoksik
yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik
ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas
dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate
diharapkan dapat merusak sel-sel trfoblas sehingga menyebabkan terminasi
kehamilan tsb. Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal yang diberikan
adalah 50 mg/m2 (IM) , sedangkan dosis mutiple yang diberikan adalah sebesa 1
mg/kg(IM) pada hari pertama,ke3,5 dan hari ke7. Methotrexate juga bisa
diberikan melalui injeksi laparaskopi tepat kedalam massa hasil konsepsi.
Syarat-syarat penerima tatalaksana medis :
1. Keadaan hemodinamik yang stabil dan tidak ada tanda
robekan dari tuba
2. Tidak ada aktifitas jantung janin
3. Diagnosis ditegakkan tanpa memerlukan laparaskopi
4. Diameter massa ektopik < 3,5 cm
5. Kadar tertinggi B-Hcg <15.000 Miu/ml
6. Harus ada inform concent dan mampu mengikuti follow
up
7. Tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian
methotrexate
2. Penatalaksanaan
bedah
Dapat
dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun
yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan
harus dilakukan secepat mungkin.
a.
salpingostomi
adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil
konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi 1/3 distal tuba
fallopi. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba
tepat diatas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil
konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan
yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.
Insisi kemudian dibiarkan terbuka untuk sembuh persekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparatomi maupun laparaskopi. Metode perlaparaskopi saat ini
menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
b.
salpingotomi
pada dasarnya prosedur ini sama dengan
salpingostomi,kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa
literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis,
patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan
salpingotomi.
c.
Salpingektomi
Diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut :
1.
Kehamilan ektopik mengalami ruptur
(terganggu)
2.
Pasien tidak menginginkan fertilitas
pascaoperatif
3.
Terjadi kegagalan sterilisasi
4.
Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi
tuba sebelumnya
5.
Pasien meminta dilakukan sterilisasi
6.
Perdarahan berlanjut pasca salpingotomi
7.
Kehamilan tuba berulang
8.
Kehamilan heterotopik
9.
Massa gestasi berdiameter >5cm
Pada salpingektomi, bagian
tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian
sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika di ligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan
dari mesosalping.
d.
evakuasi fimbra dan fimbraektomi
Bila
terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan dibawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong
dan lepas dari implantasnya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan
bertekanan. (chalik, 2004)
8. Prognosis
a. bagi
kehamilan berikutnya
umumnya penyebab kehamilan ektopik (misalnya
penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral.
Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi,
kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang
lain.
b. Bagi
ibu
Bila diagnosis epat ditegakkan umumnya
prognosis baik, terutama bila cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi
serta narkose (Mochtar, 1998)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar